Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), Martiono Hadianto Hari Kamis (16/6) ini, mengadukan PT Pukuafu Indah (PTPI) dan Presiden Direkturnya, Jusuf Merukh, ke Mabes Polri terkait tuduhan penggelapan atas dokumen Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 15 November 2005 yang dialamatkan pada dirinya. Pengaduan ini dilakukan karena tuduhan penggelapan dokumen tersebut tidak benar dan tidak memiliki dasar hukum.
PT Pukuafu Indah mengklaim bahwa berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 15 November 2005 antara Nusa Tenggara Partnership (NTP) dan Pukuafu, NTP berkewajiban menjual saham divestasi 31 persen kepada Pukuafu. Namun, Presiden Direktur PTNNT Martiono Hadianto menegaskan bahwa RUPSLB pada 15 November 2005 yang selalu digembar-gemborkan oleh PTPI dan Jusuf Merukh tidak pernah terjadi.
“RUPSLB tersebut tidak pernah ada dan tidak ada juga yang menyatakan PTPI berhak membeli sisa saham divestasi. Jadi, bagaimana mungkin saya menggelapkan dokumen atas peristiwa yang tidak pernah terjadi. Jika memang peristiwa tersebut pernah terjadi, pasti PTPI dan Jusuf Merukh punya data-datanya dan bisa ditunjukkan selama pengadilan,” jelas Martiono Hadianto.
Martiono menambahkan bahwa pengaduan atas dirinya terkait penggelapan dokumen dan publikasi di media yang disebabkan karenanya telah mencemarkan nama baiknya. “Saya dan PT Newmont Nusa Tenggara tidak pernah melakukan kesalahan apa pun atas tuduhan yang tidak berdasar hukum itu.” Kami selalu mematuhi semua Undang-udang dan peraturan yang berlaku.”
Menanggapi hal tersebut, Luhut M.P. Pangaribuan selaku Kuasa Hukum PTNNT dan Presiden Direkturnya mengatakan, ”Sebagaimana diatur dalam KUHP, suatu penggelapan harus mengandung unsur menggelapkan barang milik orang lain. Sementara barang yang dianggap digelapkan ini tidak pernah ada karena memang tidak pernah ada peristiwa yang mendasari pembuatan dokumen tersebut. Kalaupun barang yang dimaksud ada, itu adalah dokumen milik PTNNT, bukan milik PTPI. Yang artinya, bagaimana mungkin Presiden Direktur PTNNT menggelapkan dokumen milik PTNNT.
Dengan demikian, tuduhan bahwa Presiden Direktur PTNNT menggelapkan dokumen adalah tuduhan yang sangat tidak benar dan tidak memiliki dasar hukum."Oleh karena itu kami mengingatkan adanya suatu perbuatan yang diancam pidana dalam pasal 220 KUHP dengan hukuman penjara satu tahun empat bulan, yakni bila seseorang melaporkan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan." jelas Luhut. (**/sn01)
sumber : sumbawanews.com
PT Pukuafu Indah mengklaim bahwa berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 15 November 2005 antara Nusa Tenggara Partnership (NTP) dan Pukuafu, NTP berkewajiban menjual saham divestasi 31 persen kepada Pukuafu. Namun, Presiden Direktur PTNNT Martiono Hadianto menegaskan bahwa RUPSLB pada 15 November 2005 yang selalu digembar-gemborkan oleh PTPI dan Jusuf Merukh tidak pernah terjadi.
“RUPSLB tersebut tidak pernah ada dan tidak ada juga yang menyatakan PTPI berhak membeli sisa saham divestasi. Jadi, bagaimana mungkin saya menggelapkan dokumen atas peristiwa yang tidak pernah terjadi. Jika memang peristiwa tersebut pernah terjadi, pasti PTPI dan Jusuf Merukh punya data-datanya dan bisa ditunjukkan selama pengadilan,” jelas Martiono Hadianto.
Martiono menambahkan bahwa pengaduan atas dirinya terkait penggelapan dokumen dan publikasi di media yang disebabkan karenanya telah mencemarkan nama baiknya. “Saya dan PT Newmont Nusa Tenggara tidak pernah melakukan kesalahan apa pun atas tuduhan yang tidak berdasar hukum itu.” Kami selalu mematuhi semua Undang-udang dan peraturan yang berlaku.”
Menanggapi hal tersebut, Luhut M.P. Pangaribuan selaku Kuasa Hukum PTNNT dan Presiden Direkturnya mengatakan, ”Sebagaimana diatur dalam KUHP, suatu penggelapan harus mengandung unsur menggelapkan barang milik orang lain. Sementara barang yang dianggap digelapkan ini tidak pernah ada karena memang tidak pernah ada peristiwa yang mendasari pembuatan dokumen tersebut. Kalaupun barang yang dimaksud ada, itu adalah dokumen milik PTNNT, bukan milik PTPI. Yang artinya, bagaimana mungkin Presiden Direktur PTNNT menggelapkan dokumen milik PTNNT.
Dengan demikian, tuduhan bahwa Presiden Direktur PTNNT menggelapkan dokumen adalah tuduhan yang sangat tidak benar dan tidak memiliki dasar hukum."Oleh karena itu kami mengingatkan adanya suatu perbuatan yang diancam pidana dalam pasal 220 KUHP dengan hukuman penjara satu tahun empat bulan, yakni bila seseorang melaporkan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan." jelas Luhut. (**/sn01)
sumber : sumbawanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar